Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu menarik untuk diteliti. Bukan hanya karena bentuk tubuhnya yang tampak memesona, tapi juga karena perilakunya yang mengundang tanda tanya. Satu sisi, manusia dapat menjadi makhluk agung yang berbuat kebajikan dan di sisi lainnya manusia justru tampil menjadi 'setan' yang amat menakutkan. Produk penelitian tentang manusia sendiri telah melahirkan aneka ilmu, seperti filsafat manusia, psikologi manusia, sosiologi manusia dan lain-lain.
Kita bisa mencermati dua sisi manusia tersebut dalam fenomena sosial, pendidikan, ekonomi, keagamaan bahkan politik yang secara terus menerus mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Di bidang politik, misalnya, ada elite-elite politik yang tidak henti-hentinya berjuang demi rakyat. Sementara, ada pula elite-elite lainnya yang tidak malu menumpuk kekayaan atas nama kesejahteraan rakyat.
Kenapa manusia berwajah ganda sebagaimana digambarkan di atas? Buku yang diramu penulis buku best seller, Revolusi IQ/EQ/SQ dengan judul Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk Kesuksesan Hidup ini memberikan jawabannya. Dalam pandangan penulis, Taufiq Pasiak, manusia bisa berbuat baik sekaligus buruk karena kemampuan yang berbeda dalam memanfaatkan otaknya. Apalagi, menurut Roger Sperry, di kepala manusia ternyata terdapat dua otak. Otak kiri dan otak kanan, rasional dan intuitif.
Lebih lanjut, Taufiq Pasiak menjelaskan bahwa otak sebenarnya disusun oleh 100 miliar sel-sel otak (neuron) dan 100 triliun sel pendukung. Jumlah yang sangat spektakuler ini (mungkin melebihi jumlah galaksi di alam semesta) membentuk gumpalan-gumpalan otak. Hasil interaksinya membentuk pikiran, pengalaman, dan pribadi manusia. Walaupun ada faktor-faktor nonfisik atau nonliniar, kegiatan berpikir dan merasa dalam diri manusia, yang kemudian membentuk kesadaran dan pribadinya, dinisbatkan pada sel-sel saraf ini.
Jika seseorang mendapatkan informasi baru, sel-sel saraf ini secepat mungkin membentuk koneksi antara satu saraf dengan yang lainnya untuk menyimpan atau memperkuat informasi baru tersebut. Keberadaan sel-sel saraf ini pada bagian-bagian tertentu otak merupakan kekhususan yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan seseorang (hal. 73-74).
Selanjutnya, kita bisa mengatakan, otak adalah alat paling canggih yang dimiliki manusia. Ia telah mengalami proses penyempurnaan sekitar 3,5 juta tahun, terstruktur dalam komponen-komponen yang sangat canggih, dilindungi oleh tengkorak yang kuat, berada pada puncak tubuh manusia yang secara simbolik menunjukkan ketinggian dan kemuliaan serta menjadi pembeda manusia dan binatang.
Puncak perkembangan otak terjadi ketika 'otak berpikir' terbentuk untuk menyempurnakan 'otak perasa' yang sudah ada terlebih dahulu. Proses berpikir ini memungkinkan manusia mengelola dirinya. Berpikir bisa pula membuat manusia menjadi arif-bijaksana.
100 miliar sel saraf yang ada dalam otak terbukti mampu menghasilkan tiga jenis kemampuan yang diperlukan untuk mengelola diri. Pertama, berpikir rasional (IQ). Setidaknya ada tiga hal yang menyusun kemampuan berpikir rasional: berpikir analitis, kritis dan kreatif. Jenis cara berpikir mana pun yang kita pakai, memiliki tujuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan ( decision making).
Kedua, mematangkan emosi (EQ). Prinsip utama kematangan emosi ialah kemampuan mengolah emosi. Seseorang harus mengambil jarak dengan aspek-aspek emosi dirinya. Mula-mula ia harus mengenal emosi, lalu menatanya sesuai kebutuhan. Pematangan emosi meliputi keterampilan untuk sadar diri ( self-awareness), motivasi diri, keterampilan sosial ( social skill ), dan kemanfaatan diri sosial.
Kematangan emosi menghasilkan keterampilan untuk membangun dan menguasai diri dalam konteks hubungan sosial di masyarakat. Banyak kegagalan hidup disebabkan oleh ketidakmatangan emosi ketimbang kebodohan berpikir rasional. Tidak jarang orang yang punya kecerdasan rasional gagal dalam karir dan rumah tangga karena tidak bisa mengelola emosinya dengan baik.
Ketiga, mengutuhkan spiritualitas (SQ). Potensi untuk selalu menjadi baik memaksa seseorang mencari jalan bagi spiritualitasnya. Yang dicari adalah kebahagiaan dan makna hidup. Semua ini tidak bisa diberikan oleh kelimpahan materi, ketinggian jabatan, bahkan popularitas. Sebaliknya, keutuhan spiritual hanya dapat diperoleh melalui jalan yang berkaitan dengan integritas diri, komitmen pada kehidupan, serta penyebaran kasih sayang dan cinta. Tentu saja dengan berpedoman pada ajaran-ajaran agama.
Jadi, tidak seperti dugaan banyak orang, otak tidak hanya untuk berpikir rasional. Namun, juga untuk mematangkan emosi dan mengutuhkan spiritualitas. Jika tiga fungsi otak dikelola dengan baik, manusia akan menjadi makhluk termulia. Jika tidak, ia bisa seperti binatang, bahkan lebih rendah daripada binatang. Tiga fungsi itu hanya dapat diwujudkan dengan baik jika seseorang memahami bagaimana otak dapat difungsikan. Akal dan hati adalah dua kerabat dekat yang dihasilkan karena otak difungsikan dengan sempurna (hal. 251).
Terobosan-terobosan mutakhir dalam bidang neurosains dan studi kecerdasan menunjukkan bahwa IQ bukan jaminan kesuksesan hidup. Manusia memiliki pula EQ dan SQ yang mesti diberdayakan. Kecerdasan pun tidak terbentuk tunggal, tapi majemuk yang dikenal dengan sebutan Multiple Intelligence dan setiap orang memiliki bakat yang khas. Kehidupan yang bisa dikatakan sukses dan utuh adalah kehidupan yang memberdayakan ketiga potensi manusia tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar